DWI BLOG

WELCOME DI DWI BLOG

Selasa, 30 November 2010

Let’s Make a Wish (Kujira No Mejirushi) By Sao Takebayashi


Komik ini mengupas kisah perjuangan dua orang anak melawan penyakit parah, dimana mereka berdua memiliki sebuah impian besar untuk membahagiakan anak-anak di jepang. Komik yang diangkat dari kisah nyata ini juga ingin mengisahkan tentang sebuah yayasan bernama MAWJ (Make a Wish of Japan) yang kemudian membantu ke dua anak dalam cerita ini mewujudkan impian mereka. Berikut sedikit ulasannya…
Daiki Ishikawa, anak ke 4 dari 4 bersaudara keluarga Ishikawa merupakan anak yang penuh dengan semangat dan keceriaan. Hingga pada musim dingin di saat umurnya beranjak 5 tahun tiba-tiba ia kerap kali menderita demam tinggi dan sering mengeluh sakit di berbagai sudut tubuhnya.
Orang tua Daiki kemudian membawanya ke Rumah sakit terdekat, namun mereka tidak bisa mengetahui dengan pasti penyebab penyakit yang diderita oleh daiki. Hingga akhirnya daiki dirujuk ke rumah sakit Universitas Ryuu kyuu. Setelah beberapa kali dilakukan pemeriksaan, akhirnya dokter men-diagnosa daiki menderita Neuroblastoma, yakni tumor atau kanker yang menyerang sel syaraf yang sudah masuk dalam stadium 4. Dalam kasus daiki, sel kanker pindah ke belakang mata kirinya dan membuat bola matanya tidak dapat bergerak. Semenjak hasil diagnosa dokter terungkap, kehidupan daiki mulai berubah 100%. Ia tidak dapat bersekolah, ia tidak punya teman, bahkan ia pun harus menjalani berbagai terapi dan hidup diruangan steril. Awalnya sangat berat bagi daiki untuk terus berjuang, ia yang hanya ditemani oleh ibunda nya yang kerap kali merasa putus asa. Hingga suatu ketika, sang Ibu baru mengetahui bahwa di Rumah sakit tersebut terdapat sebuah sekolah bagi anak-anak yang bernasib sama dengan daiki. Lalu, sang Ibu memutuskan untuk memasukkan daiki ke sekolah tersebut. Karena merasa banyak yang senasib dengannya, dari situlah daiki bisa kembali bangkit dari keterpurukannya. Keinginan hidup daiki semakin bertambah, ia berusaha sekuat tenaga untuk bisa hidup seperti dulu kala. Ia memiliki banyak impian, seperti ingin berlibur bersama keluarganya ke disneyland. Melihat keinginan sang anak, ibunda daiki ingin sekali mewujudkannya, lalu ia pun mengkonsultasikan keinginan daiki pada sang dokter. Dokter pun memberikan sebuah rujukan bagi sang Ibu untuk menghubungi yayasan MAWJ yang ada di okinawa. Yayasan ini pun mengabulkan permintaan daiki untuk dapat pergi berjalan-jalan ke disneyland. Perjalanan daiki ke disneyland, membuahkan sebuah impian lain baginya, Ia berucap bahwa jika ia dewasa nanti, ia ingin menjadi direktur di hotel sheraton (hotel tempat daiki menginap saat berjalan-jalan ke disneyland).

Mendengar hal tersebut, MAWJ kembali mewujudkan impian daiki untuk menjadi direktur hotel sheraton dalam 1hari. Perjalanan daiki sebagai direktur di hotel sheraton pun dimulai. Ia sungguh-sungguh ikut berpartisipasi dalam urusan hotel, bahkan ia pun turut serta dalam rapat yang dihadiri oleh berbagai direksi. Dalam rapat tersebut, daiki mengutarakan idenya untuk membuat sebuah gambar paus di atas atap hotel sheraton. Ini berfungsi agar hotel sheraton dapat terlihat dari atas pesawat. Ide daiki tersebut disambut hangat oleh para direksi dan mereka memutuskan untuk merealisasikannya. Sayangnya sebelum gambar paus diselesaikan, daiki yang pada saat itu berumur 11 tahun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Kabarnya hingga saat ini, setiap musim panas datang, atap hotel sheraton jika dilihat dari angkasa bergambarkan sebuah paus, yang dikenal juga sebagai pausnya daiki.

Mio shimizu, anak yang ceria, aktif, suka berteman dan gemar menggambar. Pada suatu hari di akhir musim panas, tiba-tiba timbul sebuah keanehan dalam tubuh mio. ia kerap kali mengalami memar-memar di sekujur tubuh tanpa diketahui apa penyebabnya. Memar tersebut tak kunjung membaik, justru semakin menimbulkan gejala aneh lainnya yakni mimisan. Orang tua mio kemudian membawanya ke rumah sakit. Dari rumah sakit tersebut, dokter meminta agar mio cepat-cepat dipindahkan ke rumah sakit anak pusat kota. Setelah dilakukan tes selama beberapa hari, dokter mengabarkan kepada orang tua mio bahwa mio di diagnosa menderita leukimia akut (terjadi karena produksi sel darah putih yang berlebihan, biasa dikenal sebagai kanker darah). Dokter menyarankan agar orang tua mio berkata yang sejujurnya kepada mio perihal penyakitnya tersebut, ini sebabkan karena mio harus menjalani pengobatan intensif yang cukup berat selama kurang lebih satu tahun. Mio yang pada akhirnya mendengar langsung diagnosa dari mulut sang ibunda, bukan kepalang kecewanya. Ia tidak mau berhenti sekolah, ia ingin bertemu dan bermain dengan teman-temannya. Namun apa daya, mio tetap harus berjuang agar ia bisa cepat sembuh, kemudian pengobatan pun dimulai. Karena kekebalan tubuh pasien amat rendah, ruang rawat anak pengidap kanker berukuran besar dan sangat steril, ini untuk mencegah terinfeksinya wabah penyakit lain. Selain itu anak-anak dilarang masuk dan orang dewasa pun harus cuci tangan dan mengenakan jubah serta masker untuk menemui sang pasien. Hal inilah, yang membuat semangat mio untuk sembuh beranjak naik turun, karena ia merasa sangat kesepian. Ditambah lagi, disebabkan efek terapi yang ia jalani, rambut, alis dan bulu matanya rontok, bahkan wajahnya pun sedikit membengkak. Suatu ketika, ia mendapatkan banyak sekali surat dari teman-teman sekolahnya yang memberikan doa dan semangat. Ia sangat terharu dan keinginannya untuk sembuh semakin kuat. Hingga 1 tahun kemudian, mio diijinkan untuk kembali bersekolah dengan cacatan tetap melakukan rawat jalan. Berkat kegigihannya, mio berhasil naik kelas 6 SD. Namun dipertengahan golden week (liburan panjang dari akhir april hingga mei) cobaan itu kembali datang. Tiba-tiba mio merasakan sakit kepala yang hebat dan mual-mual. Dengan ambulans, mio pun segera dilarikan ke rumah sakit. Dokter kembali men-diagnosa bahwa penyakit mio kambuh lagi. Keterpurukan pun kembali melandanya, ia merasa takut untuk harus kembali berjuang melawan segala terapi yang sangat menyakitkan. Di akhir musim gugur, mio dijadwalkan untuk melakukan operasi transplantasi sumsum tulang belakang yang didonorkan dari sang ayah. Hari-hari sebelum dilakukannya operasi, mio menghabiskan waktunya dengan menulis sebuah diari tentang kehidupan yang harus dijalaninya sehari-hari di rumah sakit. Selain itu, ia pun jadi gemar membaca cerita bergambar, dan berkeinginan untuk membuat sebuah buku cerita bergambar untuk menyemangati orang-orang. Hingga suatu ketika, ia diberikan kepercayaan oleh teman-teman dan guru di sekolah rumah sakit untuk membuat skenario drama festival sekolah. Hanya dalam waktu semalam, mio dapat membuat skenario tersebut yang diberi judul olehnya “The Treasure”. Beberapa hari kemudian, operasi pun dilaksanakan, dan hasilnya transplantasi berjalan dengan sukses, kini hanya menunggu sel tersebut menyesuaikan diri dengan tubuh mio.

Suatu ketika, disaat mio sedang berjuang keras untuk bertahan hidup, sang ibu melihat sebuah selebaran MAWJ di papan pengumuman rumah sakit. Sang ibu tertarik untuk meminta bantuan pada MAWJ agar bisa menerbitkan cerita milik mio, dan mio sangat gembira mendengar hal tersebut. Namun kegembiraannya tak berujung panjang, karena sang dokter memberikan kabar kepada orang tua mio yang menyatakan bahwa sel kankernya terus mengganas dan hidupnya hanya akan bertahan 3 sampai 4 bulan saja. Didalam keterpurukan yang harus dialami oleh orang tua mio, datanglah sebuah kabar dari MAWJ yang akan mewujudkan imipian mio untuk dapat menerbitkan buku ceritanya. Melalui perwakilan dari MAWJ, ibu ohno menyarankan agar buku cerita mio disertakan dengan gambar. Setelah mendapat persetujuan dari mio, ibu ohno kemudian membawa serta seorang ilustrator untuk membantu mio menggambarkan ceritanya. Mio begitu senang melihat hasil gambar yang sangat sesuai dengan apa yang ia bayangkan. Ibu Ohno bahkan meminta mio untuk membuat pembatas buku yang berisikan pesan-pesan bagi pembaca dalam buku cerita bergambarnya. Tak pernah disangka, begitu bersemangatnya, mio membuat begitu banyak pembatas buku. Dan hingga akhirnya cetakan kasar nya pun jadi, mio begitu senang melihat hasilnya dan tak sabar menanti bukunya dapat disebarluaskan. Namun sayang, pada 2 juni, sehari sebelum buku cerita bergambarnya terbit, mio sudah dipanggil oleh sang Maha Kuasa tepat di umurnya yang ke 12 tahun.

Salah satu pesan pembatas buku cerita mio bertuliskan “Yang menderita bukan hanya dirimu. Mari berjuang bersama. Kita berpegangan tangan mensyukuri anugerah kesehatan” –Mio shimuzu-. Kabarnya “The Teasure” disebarluaskan di wilayah jepang.. jadi ingin membacanya..

Komik ini bisa dijadikan referensi bagi kalian yang senang membaca komik.. sangat bagus dan mengharukan.. two tumbs up!!! Oia, yayasan Make a Wish ini sudah tersebar di berbagai negara  (tp, g tau kalo di indonesia ada/g?).. cerita-cerita yang serupa dengan komik ini pun terbukti ada dan bisa kalian lihat dan baca dalam website make a wish, seperti salah satunya www.wish.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar